Dewan Cah Angon : PAD Lampung Terjun Bebas, Benarkah Karena Corona?

Utamanews.id – Wabah virus corona yang menyebar di Indonesia sejak Februari 2020 membuat banyak sektor menjadi korban, muaranya pendapatan asli daerah atau PAD disejumlah provinsi pun turun drastis, tidak terkecuali Lampung.

Ada lima sektor utama penyumbang PAD terbesar untuk Provinsi Lampung, diantaranya ; Pajak rokok, Pajak air permukaan, PKB, BBNKB, dan Pajak tempat hiburan. Namun menjadi suatu hal yang mengherankan, jika diberbagai provinsi lainnya Pajak tempat hiburan menjadi penyumbang terbesar, di Lampung justru PAD bersandar penuh pada Pajak BBNKB.

Secara sederhananya, penerimaan pajak terbesar di Provinsi Lampung adalah melalui penjualan sepeda motor. Setidaknya ini yang disampaikan Sekretaris Badan Pendapatan Provinsi Lampung A. Rozali yang dikutip oleh media Radar Lampung Online pada 18 April 2020.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengklaim bahwa PAD Provinsi Lampung turun hingga 34% menurut data hitung nasional. Tentu jika bersandar pada pembelian sepeda motor, masa pandemi corona bukan hanya dapat menurunkan persentase namun lebih ektreme dapat mematikan pemasukan utama PAD Lampung tersebut.

Sebenarnya apakah corona menjadi faktor utama turunnya daya beli orang Lampung. Saya katakan tidak. turunnya daya beli masyarakat Lampung dikarenakan hasil panen yang gagal. Inilah penyebab utama turunnya daya beli, karena 60% mata pencaharian orang Lampung adalah bertani.

Pemerintah selalu terlena dengan etalase yang ditampilkan masyarakat perkotaan, seolah Lampung ini hanyalah Kota Bandar Lampung. Jika Kota Bandar Lampung yang selalu menjadi prioritas perhatian, harusnya PAD terbesar didapat dari Pajak hiburan (hotel, restoran, dll). Tapi nyatanya Pajak terbesar disumbangkan oleh “orang kampung” yang terus membeli sepeda motor. Rozali menyebutkan dalam kutipan media diatas bahwa biasanya dalam satu hari Provinsi Lampung mendapat PAD sebesar Rp. 6 miliar sampai Rp. 7 miliar dari BBNKB dan PKB sekarang hanya Rp. 2 miliar saja per hari.

Sampai kapan Provinsi yang kita cintai ini bersandar pada sektor konsumtif???

Secara teori setidaknya ada dua cara meningkatkan PAD suatu Provinsi, yaitu yang pertama dengan menyempurnakan dan mengoptimalkan penerimaan pajak dari sektor yang ada, dan yang kedua menerapkan retribusi pajak daerah yang baru. Secara teori mungkin kedua hal ini mudah ditulis, tapi tidak dengan implementasinya.

Dalam hal ini, saya justru ingin memberi pandangan berbeda. Bagaimana kita mampu menyempurnakan dan mengoptimalkan PAD jika sumber pendapatan masyarakat turun. Siapa yang akan makan di restoran, pergi ke tempat hiburan, nginap di hotel, dan siapa yang akan belanja???

Pemerintah harus sadar bahwa “orang kampung Lampung” lah pahlawan yang selama ini menyelamatkan PAD Provinsi. Coba cek, berapa banyak masyarakat kita yang datang ke dealer dengan membawa uang cash mengunakan karung untuk membeli mobil atau motor. Namun kenyataannya perhatian pemerintah minim kepada mereka, terutama pada sektor pencahariannya yaitu pertanian.

Ayo kita cek bersama, berapa banyak generasi muda Lampung yang memutuskan untuk terjun ke pertanian???

Hampir 90% petani di Lampung adalah kaum tua (umur 40 keatas). jikapun ada kaum muda (umur 20-39) itu karena mereka tidak punya pilihan lain dan kebanyakan dari mereka tidak punya ijazah, sebab jika punya ijazah mereka lebih memilih jadi karyawan minimarket yang saat ini diangap lebih keren dari pada pekerjaan petani. oh ya saya lupa, kaum muda yang tidak punya ijazah juga sekarang lebih memilih jadi driver ojek online.

Pertanyaannya, 20 tahun kedepan, apakah masih ada petani di Lampung??? mungkin masih ada, tapi ada karena terpaksa dan tanpa perhatian seperti saat ini. Dan yang lebih miris, berapa persen lulusan fakultas pertanian dari universitas di Lampung yang kemudian jadi petani, dibandingkan jadi pegawai bank, atau bahkan jadi pengangguran???

Solusi Dari Dewan Cah Angon

Pemerintah harus segera sadar dan memprioritaskan peningkatan potensi pertanian di Lampung. Mulai dari pemberian penyuluhan yang modern hingga menyiapkan bibit unggul, pupuk unggul, serta menyiapkan sistem keamanan dan penjagaan sehingga tidak kita dengar lagi ungkapan “ntah siapa yang nanam, ntah siapa yang manen”.

Yang tidak kalah penting, pemerintah hadir menjaga stabilitas harga ketika musim panen dengan sistem yang memberangus para mafia pertanian. Menyiapkan lahan pertanian dengan skema bagi hasil, tentu menambah pendapatan daerah. Serta bekerja sama dengan koperasi-koperasi yang ada di Lampung dalam pendistribusian pemasaran hasil-hasil pertanian.

Jika kita lihat Thailand dan India, para sarjanawan mereka bangga berprofesi sebagai petani, karena kehadiran pemerintah yang serius mengelola potensi pertaniannya. Di Lampung, kita jangan menyesal jika 10 atau 20 tahun lagi, justru warga negara Malaysia atau Singapore yang menjadi pemilik pertanian dengan sistem yang modern, dan “orang kita” hanya jadi karyawan berbaju petani lokal.

Saat ini belum terlambat, kita bisa bekerjasama dengan Kementerian Pertanian untuk menjadikan Lampung sebagai wilayah percontohan Pertanian Modern Indonesia, sehingga hal ini bisa meningkatkan ‘mood’ anak muda Lampung untuk kembali terjun ke pertanian.

Kita rindu melihat petani muda kita bisa memantau pertaniannya dengan laptop dan drone seperti yang dilakukan oleh Thailand dan India, dan hal ini tidak mustahil sebab di Malang sudah di lakukan.

Dengan meningkatkan potensi pertanian di Lampung maka secara sistematis PAD provinsi Lampung akan meningkat dan ini juga akan menekan tingkat kriminalitas sebab banyak lapangan kerja yang bisa dibuka. Ekonomi kita tidak akan mudah lumpuh hanya karena karantina hitungan bulan yang disebabkan suatu virus yang entah berasal dari mana.

Oleh :
I Made Suarjaya, SH,MH
(Penulis merupakan putra lampung asli yang berprofesi sebagai petani, kini menjabat sebagai Anggota DPRD Provinsi Lampung, dengan panggilan akrab Dewan Cah Angon)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed