Kang Tamil : Pemerintah Harus Jelaskan Ini, Jika Ingin Polemik Omnibus Law Usai

Utamanews.id – Omnibus Law Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja terus mengalami penolakan dari berbagai pihak. Diketahui bahwa Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM-SI) berencana untuk kembali menggelar unjuk rasa penolakan di depan Istana Negara, Jakarta, Jumat (16/10/2020).

“Iya benar (akan demo), sekitar 6.000 massa atau lebih banyak dari sebelumnya,” kata Koordinator Media BEM-SI, Andi Khiyarullah, Kamis, 15/10/2020.

Gelombang penolakan yang terus datang dari berbagai kalangan ini ditanggapi oleh Pengamat Politik Nasional Tamil Selvan yang sejak awal memfokuskan pengamatannya pada RUU yang disahkan DPR pada 5 Oktober 2020 yang lalu.

Pengamat yang akrab disapa Kang Tamil ini mengatakan bahwa pemerintah harus dapat menjelaskan mengapa ada klausul-klausul yang dulu termaktum pada Undang-Undang, namun dalam RUU Cipta Kerja justru berubah dan akan diatur dalam peraturan pemerintah.

“Intinya pemerintah perlu menjawab mengapa ada ayat-ayat yang hilang dan akan diatur sekelas peraturan pemerintah. Saya kira, alasan ini merupakan hal penting dalam penghentian polemik ini.” Ungkap Alumnus Magister Komunikasi Politik Universitas Mercu Buana ini kepada awak media, Jumat, 16/10/2020.

Kang Tamil mencontohkan bahwa pada ayat 4 di pasal 59 pada UU No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan yang mengatur masa kontrak buruh justru dihilangkan dalam RUU Cipta Kerja dan di tuliskan akan di atur dalam peraturan pemerintah. Hal inilah menurutnya yang jadi pemicu reaksi para buruh dan kelompok lainnya.

“Pemerintah sendiri mengakui bahwa 93% perusahaan di Indonesia tidak mengikuti UU Ketenagakerjaan. Lantas bagaimana jika adanya klausul penting dan hanya di atur dalam peraturan pemerintah yang secara legal kelasnya di bawah undang-undang. Apa jaminannya perusahaan tidak akan berlaku sepihak terhadap para buruh?” jelasnya.

Pengamat ini menyarankan agar pemerintah pusat dapat menjelaskan secara rinci terkait Omnibus Law ini kepada seluruh kepala daerah, sehingga para Gubernur, Bupati dan Walikota tersebut dapat menjelaskan poin demi poin kepada warganya di daerah.

“Saat ini justru banyak Gubernur, Walikota dan Bupati yang ikut menolak, tentu itu karena kurangnya informasi kepada mereka. Jadi pemerintah pusat harus menjelaskan dulu kepada kepala pemerintahan di daerah, sehingga pusat dan daerah satu suara. Dan yang terpenting mereka mampu menjelaskan dan menjawab pertanyaan-pertanyaan masyarakat terkait RUU ini, sehingga mencegah gelombang massa di daerah,” tutupnya. (rd).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *