Sidang Lanjutan Dugaan TSM Pilkada Lamteng, Saksi Ahli Pelapor: Perlu Pembuktian Otentik, Saksi Harus Melihat Kejadian Secara Langsung

Utamanews.id – Setelah beberapa hari sidang dipending, hari ini sidang sengketa dugaan TSM paslon Bupati dan Wakil bupati Lampung Tengah kembali digelar Bawaslu Provinsi di Bukit Randu room melati, Senin, (28/12/20).

Dalam agenda hari ini, Majelis hakim mendengarkan saksi ahli yang dihadirkan pelapor. Kuasa hukum Nessy-Imam yakni Yunus dan rekan menghadirkan Muhtadi akademis Fakultas Hukum Unila dihadirkan guna memberikan penjelasan.

Dihadapan Majelis pemeriksa, Dalam keteranganya Muhtadi menjelaskan bahwa yang dimaksud makna TSM sendiri dalam pasal 73, pasal 135 A Undang – undang Pilkada dan juga pasal 3 dan 4 peraturan Bawaslu No 9 tahun 2020 dapat dilihat dari Koherensi kesesuaian antara norma dan pelaksanaan dilapangan atau antara bunyi undang-undang, bunyi peraturan dengan kondisi faktual dan tekstual yang terjadi dilapangan haruslah selaras.

Untuk itu dalam sidang tersebut, saksi ahli pelapor kemudian memberikan pendapat bahwa sebenarnya dalam dugaan TSM yang dilakukan paslon bupati dan wakil bupati 02 jika memang benar itu terbukti pelanggaran Terseruktur Masif haruslah memenuhi kategori “TSM” yang merupakan satu kesatuan yang tak bisa dipisahkan.
Pelanggaran baru bisa disebut sebagai terstruktur dan sistematis jika bukti menunjukkan adanya rencana dari penyelenggara pemilu, pemerintah, serta aparat keamanan, mendesain pemilu dengan sedemikian rupa untuk berbuat curang.

Untuk dapat membuktikan hal tersebut, Muhtadi menjelaskan secara rinci bahwa haruslah melalui pembuktian yang otentik dan berlapis terkait dugaan tersebut, tidak seperti dugaan pelanggaran pemilu pada umumnya.

Terpisah, Ahli hukum dari Universitas Gadjah Mada Edward Omar Sharif Hiariej saat dihubungi via telp mengatakan kepada awak media bahwa, pembuktian adanya kecurangan yang bersifat terstruktur sistematis dan masif (TSM) dalam penyelenggaraan pemilihan kepala daerah (Pilkada) di Lampung Tengah sangat rumit dilakukan.

Edward mengatakan pembuktian kecurangan TSM tidak dapat dilakukan dengan pembuktian abal-abal.

“Jadi pembuktiannya antara motivasi (niat) dan akibat sama-sama terwujud, itulah yang kita sebut dalam hukum pidana sebagai dolus premiditatus untuk menggambarkan sistematis tersebut. Maka dari itu pembuktiannya bukan abal-abal, sangat rumit,” ujar Edward Hiariej. (rls/rd).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *