PWI Lampung Dukung Pelaporan Feni Ardila Terkait Dugaan Keterangan Palsu

BANDARLAMPUNG, Utamanews.id – Terkait kegaduhan politik dan sejumlah spekulasi publik yang dipicu dari ulah Feni Ardila dengan memberikan keterangan palsu kepada sejumlah wartawan di Bandarlampung, Wakil Ketua Bidang Pembelaan Wartawam PWI Lampung, Juniardi, S.I.P, M.H, mendukung wartawan melaporkan oknum mahasiswi tersebut kepada penegak hukum.

Menurut Juniardi, atas ulanya tersebut, Feni Ardila selain dapat dijerat dengan pidana keterangan palsu, juga berpotensi melanggar UU ITE atas kabar hoax.

“Kita harus ingatkan agar narasumber tidak main-main dan bertanggungjawab atas kebenaran pernyataan kepada pers. Apalagi menyangkut nama baik orang lain,” kata Juniardi, Jumat, 18 Februari 2022, melalui siaran pers rilisnya.

Juniardi juga menyampaikan, sejak awal pemberitaan, media sudah berupaya menyembunyikan identitas korban, termasuk terlapor sebelum ada konfirmasi darinya.

Namun, korban justru membuat kegaduhan dengan menyebar video ungkapan mencabut keterangan sebelumnya.

“Ada kesan, Feni Ardila memanfaatkan wartawan untuk tujuan tertentu,” terang mantan Ketua KIP Lampung ini.

Dijelaskan lebih lanjut, dalam konteks keterangan palsu, apabila memang hal yang dilaporkan oleh korban tidak terjadi, maka ada pidana yang dapat dikenakan terhadap orang yang memberikan keterangan palsu.

“Diatur dalam Bab IX tentang Sumpah Palsu dan Keterangan Palsu, Pasal 242 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”),” jelas alumni Magister Hukum Unila ini.

Bunyinya, lanjut Juniardi, barang siapa dalam keadaan dimana undang-undang menentukan supaya memberi keterangan di atas sumpah atau mengadakan akibat hukum kepada keterangan yang demikian, dengan sengaja memberi keterangan palsu di atas sumpah, baik dengan lisan atau tulisan, secara pribadi maupun oleh kuasanya yang khusus ditunjuk untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

Mengutip keterangan ahli, tambah Juniardi, yang menyebutkan syarat dari tindak pidana tersebut adalah pertama suatu ketentuan undang-undang yang menghendaki suatu keterangan di bawah sumpah atau yang mempunyai akibat-akibat hukum, kedua pemberian keterangan palsu dan kesengajaannya ditujukan kepada kepalsuannya itu.

“Bahwa suatu keterangan adalah palsu apabila sebagian dari keterangan itu adalah tidak benar, terkecuali jika ini adalah sedemikian rupa sehingga dapat diperkirakan bahwa hal itu tidak sengaja diberikan dalam memberikan keterangan palsu,” katanya.

Dengan demikian, lanjut Juniardi, korban tidak seharusnya memberikan keterangan palsu sehingga berakibat hukum bagi pers atau pelaku yang dapat dipidana.

Karena dengan melakukan itu, justru korban dapat dipidana karena memberikan keterangan palsu.

“Mengenai apakah pelaku bisa dituntut atau tidak, pada dasarnya, asas yang berlaku dalam hukum pidana adalah geen straf zonder schuld (tiada pidana tanpa kesalahan).

Jadi, apabila tidak ada kesalahan yang dilakukan oleh pelaku, tidak akan dipidana.

Terkait hal ini, semuanya akan dibuktikan melalui mekanisme pembuktian di pengadilan. Jadi kita dukung kawan kawan melaporkan kasusnya,” kata owner media siber sinarlampung.co ini. (rls/rd).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *